Empat tahun yang lalu, aku tak pernah berpikir untuk mengenalmu lebih jauh. Kupikir kita hanya sebatas teman, tidak lebih. Dua tahun berselang, aku merasa bahwa ternyata aku salah. Memang ketika itu aku belum tahu siapa dirimu yang sebenarnya. Tapi, entah kenapa setiap kali aku melihatmu seolah-olah pancaran kebahagiaan mengisi setiap ruang di hatiku. Hanya dengan melihatmu tersenyum saja aku bisa merasa tenang. Dan aku benar-benar merasa luluh saat untuk kali pertamanya, aku bisa menatap jauh ke dalam bola matamu. Hangat rasanya. Tapi, tiba-tiba saja hatiku merasa pilu saat kau palingkan wajahmu. Untuk sesaat kau telah berikan harapan baru bagiku. Tapi, seketika itu pulalah kau sirnakan harapan itu. Aku merasa bimbang, tak tahu harus bagaimana. Aku mencoba untuk mengabaikan setiap perasaan bahagia yang datang menyergapku tatkala kau ada di sampingku. Namun, seolah perasaan itu telah membekas terlalu dalam hingga akhirnya aku tak mampu menahannya lagi. Ku coba untuk ungkapkan perasaanku lewat kata-kata tapi justru kau abaikan itu semua. Ku tak pernah menyangka bahwa kelak hari esok kan berubah. Lemah, hanya itu yang bisa aku gambarkan. Aku bahkan kehilangan keberanianku untukn berjalan di hadapanmu setelah kau campakkan perasaanku. Aku mencoba menepis setiap keinginanku untuk melihatmu tapi aku tak sanggup. Hari demi hari ku lalui namun perasaan itu tak kunjung hilang malah semakin bertambah.
Aku mencoba untuk memperbaiki kesalahanku tapi kau malah mengata-ngataiku. Aku merasa benar-banar terpukul. Dan ketika itu, hatiku benar-benar rapuh serapuh embun pagi. Aku memaklumimu karena memang akulah yang salah. Tak sepantasnya aku mengungkapkan perasaanku padamu. Aku mencoba untuk tersenyum, menganggap bahwa seolah-olah tak ada yang terjadi padaku. Perlahan-lahan aku mulai memahami dirimu. Dan entah kenapa, aku masih saja menunggumu meski ku tahu kau tak pernah mengharapkanku ada di sini bersamamu. Kurasa memang itulah resikonya.
Lambat laun aku mulai mengetahui bahwa hatimu telah ada yang memiliki. Aku bisa merasakan jantungku berdentum keras tapi aku mencoba menyembunyikannya. Jujur, aku sangat terkejut. Tapi kurasa, dia mungkin memang lebih baik dariku, lebih pantas untuk memilikimu. Aku hampir saja meneteskan air mataku tapi itu hanya sia-sia, tak akan mengubah apapun. Aku bisa memahami bahwa memang diriku tak pantas untuk kau cintai, perasaanku tak pantas untuk kau hargai.
Semuanya telah membekas terlalu lama hingga menjadi goresan luka yang mendalam, menusuk menyakitkan. Luka ini ada bukan karenamu. Luka ini ada karena salahku. Salahku yang terlalu mengharapkanmu. Salahku yang terlalu ingin menggapaimu. Salahku yang selalu menginginkanmu lebih dari yang aku mampu. Maafkan diriku yang selama ini telah mengganggu kehidupanmu. Maafkan aku yang selama ini terus membayangimu. Dan maafkan aku yang masih selalu menunggu dan mencintaimu hingga detik ini.
Maafkan aku...
0 komentar:
Posting Komentar